JAKARTA -
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai tidak akan mendorong pertumbuhan
ekonomi karena hanya mengangkut penumpang. Padahal, Indonesia saat ini tidak
hanya membutuhkan angkutan KA penumpang tetapi juga barang guna memangkas biaya
logistik.
Bambang Haryo,
anggota Komisi VI DPR RI, mengatakan dana pembangunan kereta cepat
Jakarta-Bandung sepanjang 140,9 kilometer yang mencapai US$5,5 miliar atau
sekitar Rp76 triliun itu lebih baik dimanfaatkan untuk mengembangkan angkutan
kereta api (KA) yang sudah ada.
"Dana
sebesar itu bisa digunakan untuk menambah sekitar 1.000 rangkaian KA penumpang.
Tambahan rangkaian KA akan lebih banyak lagi jika dikombinasikan dengan kereta
barang untuk angkutan logistik," katanya, Kamis (28/1/2016).
Bambang
menjelaskan setiap rangkaian KA biasa hanya membutuhkan sekitar Rp75 miliar
dengan asumsi harga lokomotif sekitar Rp35 miliar dan 10 gerbong penumpang
masing-masing senilai Rp4 miliar.
Untuk KA
barang, harganya lebih murah lagi yakni sekitar Rp700 juta per gerbong
kapasitas 20 - 40 ton atau Rp7 miliar per 10 gerbong, sehingga satu rangkaian
KA barang hanya membutuhkan Rp42 miliar.
Pemerintah
juga bisa membangun jaringan rel KA sepanjang 10.000 km dengan investasi Rp10
triliun dengan asumsi 1 km rel membutuhkan sekitar Rp1 miliar.
"Artinya,
dengan Rp76 triliun itu pemerintah sebenarnya bisa membangun banyak jaringan KA
di seluruh Indonesia sehingga manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh
rakyat," kata Bambang, yang juga anggota Badan Anggaran DPR RI.
Dia menilai
proyek kereta cepat yang menelan investasi sangat besar dan hanya mengangkut
penumpang tidak akan memacu pertumbuhan ekonomi, meskipun pemerintah
memasukkannya sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional.
"Pemerintah
harus berpikir cerdas dan realistis. Jika ingin memangkas biaya logistik dan
mendorong pertumbuhan ekonomi, Presiden Joko Widodo seharusnya mengembangkan KA
logistik, bukan membangun kereta cepat di rute yang relatif pendek dan sudah
banyak pilihan transportasi," ujarnya.
Bambang mengungkapkan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) membutuhkan sekitar 200 rangkaian KA barang
untuk mendorong perpindahan angkutan logistik ke KA. Jika setiap rangkaian KA
barang senilai Rp42 miliar, berarti KAI hanya butuh suntikan Rp8,4 triliun
untuk memenuhi target tersebut.
Pemerintah,
lanjut Bambang, bisa memberdayakan BUMN lainnya untuk mengembangkan jaringan KA
di seluruh Indonesia, terutama PT Industri Kereta Api (Inka) yang sudah mampu
memproduksi lokomotif dan gerbong berkualitas internasional.
Bambang juga
mengkritisi investasi kereta cepat Jakarta-Bandung yang dinilai terlalu mahal.
Sebagai gambaran, proyek kereta cepat di Iran sepanjang 400 km yang juga
dikerjakan oleh China Railway Engineering Corporation hanya menelan investasi
US$2,73 miliar atau Rp37,6 triliun. Selain itu, proyek kereta cepat tahap kedua
di Kenya
sepanjang 120
km cuma butuh US$1,5 miliar atau sekitar Rp20,7 triliun.
Kereta cepat
menjadi salah satu proyek andalan Presiden Jokowi. Tidak heran
jikagroundbreaking proyek ini sangat cepat, meskipun perizinannya belum
lengkap.
Dari 11 izin
yang dibutuhkan sesuai Undang-Undang Perkeretaapian, proyek tersebut baru
mengantongi lima izin. "Permasalahan lain masih banyak, termasuk status
lahan PTPN VIII dan persetujuan dari Komisi IV DPR belum ada," kata
Bambang.
Meski
demikian, Jokowi menegaskan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang
sudahgroundbreaking pada 21 Januari, merupakan bagian dari rencana besar
pemerintahannya untuk menghubungkan kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa.
Bahkan, proyek
kereta cepat yang menghubungkan empat stasiun, yaitu Halim, Karawang, Walini,
dan Tegalluar (Bandung) itu masuk ke dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang
ditandatangani oleh Jokowi pada 8 Januari 2016.
Menurut
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto, proyek
kereta cepat belum bisa dibangun karena masih perlu klarifikasi mengenai nilai
investasi yang diajukan oleh PT KCIC (Kereta Cepat Indonesia-China), terdiri
dari revenue, initial cost, capital and loan, investment cash flow, capital
cash flow, tarif, dan demand forecast.
Perjanjian
lain yang perlu dibahas, termasuk masa konsesi, hak dan kewajiban,
perselisihan, aset yang diserahkan, hingga fee konsesi.
(hry/hry)
Tanggapan dan
Komentar :
Proyek kereta
api semicepat Jakarta – Bandung menurut saya tetap memiliki sisi positif walau
dari sisi negatif yang sangat dominan di jelaskan dalam artikel ini. Positifnya
menurut saya sangat membantu bagi orang-orang yang bekerja dengan mobilitas
tinggi dengan ruang lingkup dua kota besar ini, Jakarta – Bandung. Dan mungkin
bila ini sudah direalisasikan maka untuk pergi dari Jakarta – Bandung hanya
hitungan menit sehingga bisa menggurangi jumlah orang yang kesehariannya
menggunakan kendaraan pribadi, beralih menggukan angkutan umum dengan jarak
tempuh yang sama namun memangkas banyak waktu perjalanannya.
Namun bila hanya
mengandalkan pemangkasan waktu perjalanan dan biaya sekali jalannya melambung
jauh dari harga Kereta Api sekarang, dapat dipastikan dengan berbagai alasan
negatif dari artikel ini ditambah biaya sekali jalannya yang mahal. Itu tidak
akan membantu perekonomian, karna hanya memudahkan golongan orang yang sudah
berkecukupan dan yang menengah kebawah dapat dipastikan memilih transportasi
lain dengan harga lebih bersahabat.
Resiko :
-
- Biaya yang terlalu besar terlihat dari beda biaya saat pembuatan di Iran dan Kenya.
- Kurangnya ketertarikan konsumen bila harga sekali jalannya melambung jauh.
- Potensi resiko kecelakaan yang lebih besar, karna kecepatan yang lebih tinggi.